Tanjung Morawa, PB- Kasus yang melibatkan areal HGU 62 Kebun Penara di Tanjung Morawa menunjukkan kompleksitas permasalahan terkait gugatan perdata yang melibatkan warga yang diduga dibekingi oleh Mafia Tanah. Meskipun terdapat bukti surat palsu yang digunakan dalam gugatan, Mahkamah Agung tetap memenangkan gugatan warga, yang telah memunculkan kontroversi dan ketidakadilan terhadap PTPN 2.
Surat keterangan palsu yang digunakan dalam gugatan mencakup 232 lembar SKTPPTSL yang diterbitkan pada tanggal 20 Desember 1953. Sejumlah warga yang menjadi penggugat mengakui bahwa data diri mereka telah dipalsukan oleh pihak tertentu, dengan janji imbalan uang atau lahan apabila gugatan berhasil. Namun, janji tersebut tidak pernah direalisasikan, dan sebagian warga akhirnya menyadari adanya kecurangan dalam gugatan terhadap PTPN 2.
Lahan kebun Penara sejak dinasionalisasi oleh negara Republik Indonesia telah dikelola oleh PTPN dan tidak pernah diusahakan oleh masyarakat penggugat. Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian klaim tanah oleh masyarakat terhadap lahan tersebut.
Meskipun terdapat pengakuan adanya pemalsuan data-data dalam gugatan, oknum yang diduga terlibat tidak selalu dapat dihadirkan di pengadilan, yang menyebabkan keputusan yang kontroversial. Ditolaknya Peninjauan Kembali kedua PTPN 2 oleh Mahkamah Agung menimbulkan dampak yang signifikan, dengan kerugian yang mungkin mencapai belasan triliun rupiah.
Langkah perlawanan dari PTPN 2, yang kini menjadi PTPN 1 Regional 1, diharapkan dapat memberikan keadilan dan kejelasan dalam kasus ini. Keputusan tersebut tentu menimbulkan dampak serius bagi perusahaan dan pihak terkait, serta menunjukkan kompleksitas masalah hukum dan sosial yang terjadi dalam kasus ini.
Penulis: Rezky Zulianda
Editor: Wawan Irmansyah