Upaya pemerintah dalam penanganan dampak covid19 tehadap perpajakan

Opini_PB.
Seperti yang telah diketahui bahwa pajak merupakan konstribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak medapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Namun pada saat ini wabah virus seperti yang telah di nyatakan oleh WHO pada awal maret 2020 sedang mengalami dampak negative bagi sektor perekonomian di seluruh dunia,
Tentu hal itu juga berdampak pada perpajakan, secara teori, menurunnya pertumbuhan ekonomi mempunyai kolerasi dengan penurunan penerimaan Negara dari sektor perpajakan, atau dengan penjelasan yang disederhakanakan dengan adanya covid19 ini berakibat pada berkurangnya aktivitas ekonomi dari sisi produsen dan kurangnya sisi konsumsi masyarakat, hal tersebut mengakibatkan turunnya penghasilan masyarakat/perusahaan yang berdampak turunnya penerimaan dari pajak penghasilan,
International monetary fund/IMF (merupakan sebuah organisasi internasional yang beranggotakan 189 negara yang bertujuan mempererat kerja sama moneter global, memperkuat kestabilan keuangan, mendorong perdagangan internasional, memperluas lapangan pekerjaan sekaligus pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan mengentaskan kemiskinan di seluruh dunia) dalam hal memprediksikan dampaknya keseluruh dunia akan lebih besar ketimbang saat krisis keuangan tahun 2007-2008”.
Di kutip dari media www.voaindonesia.com Menteri keuangan Sri mulyani mengatakan indonesia cukup terhantam keras dengan penyebaran covid19, tidak hanya kesehatan manusia, virus ini juga mengganggu kesehatan ekonomi di seluruh dunia. Komite stabilitas sektor keuangan (KSSK), kata ani, memperkirakan pertumbuhan ekonomi indonesia dalam skenario terburuk bisa minus 0,4 persen,
“pertumbuhan ekonomi kita berdasarkan assessment yang tadi kita lihat, BI, OJK, LPS, dan kami memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan turun ke 2,3 persen, bahkan dalam skenarionya yang lebih buruk bisa mencapai 0,4 persen,” ungkapnya dalam telekonfrensi di Jakarta, rabu (1/4)
Sedangkan menurut Direktur jenderal pajak kementerian keuangan (kemenkeu) suryo utomo menyebutkan dampaknya adalah membuat konsumsi rumah tangga atau daya beli yang merupakan penopang 60% terhadap ekonomi jatuh cukup dalam, hal ini dibuktikan dengan adanya data dari BPS yang mencatatkan bahwa konsumsi rumah tangga turun dari 5,02 persen pada kuartal I 2019 ke 2,84 persen pada kuartal I tahun ini,
Namun saat ini pemerintah telah berupaya menstabilkan perekonomian salah saatunya melalui sektor perpajakan.

Senior manager of tax compliance dan litigation services DDTC ganda Christian tobing mengungkapkan hal tersebut dalam webinar bertajuk strategi menjaga stabilitas perekonomian pada pada masa new normal melalui pendekatan fiskal yang digelar himapajak FIA UB, sabtu (26/9/2020).
Pemerintah telah menggulirkan berbagai insentif dan relaksasi kebijakan pajak selama masa pandemi covid19, beberapa kebijakan ini di maknai dengan beberapa aspek yaitu,
Pertama, kebijakan pajak pada masa pandemi mempertegas hubungan pajak dengan ekonomi. Pajak harus tunduk terhadap sasaran ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah banyak menggelontorkan insentif pajak untuk memberikan stimulus ekonomi pada masa pandemi Covid-19.
Kedua, masa pandemi menjadi momentum untuk melakukan pembaruan regulasi pajak. Pasalnya, pada masa pandemi, masih ada sektor ekonomi tertentu yang justru tumbuh positif. Salah satunya adalah sektor teknologi informasi.
Ketiga, pembuatan desain kebijakan pajak, terutama terkait dengan insentif, tidak meninggalkan aspek good governance. Mekanisme pengawasan dan pelaporan tetap diperlukan sebagai cara otoritas menjamin transparansi dan akuntabilitas penerapan kebijakan.
Keempat, kebijakan yang dibuat pemerintah dimaksudkan agar pelaku usaha tidak sampai gulung tikar. Pajak menjadi salah satu instrumen yang dipakai pemerintah dalam upaya untuk memulihkan perekonomian. Pada gilirannya, basis pajak tidak tergerus terlalu dalam.

Dalam hal ini pemerintah telah mengambil langkah dengan kebijakan fiskal yang ekspansif, jadi opsi yang diambil oleh berbagai Negara. Belanja yang besar dan relaksasi pemungutan pajak, dan hal ini juga dapat menjadikan pajak sebagai penyelamat perekonomian dari covid19.
Pajak, dengan fungsi regulered, hadir untuk bahu membahu bersama semua pihak dan masyarakat indonesia menghadapi kondisi ekonomi yang tidak mudah akibat covid19. Pajak yang dimaksud tidak hanya dari lapisan masyarakat seperti pajak kendaraan dan lain-lain. Melainkan dihasilkan juga dari ekspor dan impor barang ke berbagai Negara.

Sementara itu untuk meningkatkan pendapatan Negara dalam sisi penerimaan perpajakan, pemerintah berupaya memperluas basis pemajakan dan perbaikan administrasi perpajakan, tidak sampai disitu dalam hal ini pemerintah juga akan menggali sumber penerimaan dari cukai. Selama ini cukai hanya dibebankan atas produk rokok, minuman beralkohol, dan etil alkohol. Dalam hal ini masih beberapa barang yang dapat dikenakan cukai, seperti plastik, minuman berpemanis dan bahan bakar minyak (BBM).

Adapun dari sisi tata kelola dan administrasi perpajakan, pemerintah akan mengoptimalkan penggunaan teknologi, perbaikan proses bisnis, teknologi informasi, database organisasi, dan sumber daya manusia merupakan bagian dari reformasi perpajakan dalam jangka panjang.
Dan dalam hal ini kita semua tentunya berharap kiranya wabah virus ini cepat berlalu, agar perekonomian menjadi lancar kembali dan masyarakat bisa beraktivitas dan menjalankan usaha seperti sediakala.

Penulis:Novi