Demokrasi Elite dan Kritik 6 Bulan Pemerintahan Prabowo: Dialog Publik KAMMI Sumut Soroti Kesenjangan dan Tantangan

Medan, PB – Dialog publik yang diselenggarakan Pengurus Wilayah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PW-KAMMI) Sumatera Utara pada Sabtu (26/4) di Rumoh Kupi Jalan Gajah Mada Medan, menyoroti kondisi 6 bulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan mengkritisi sejumlah isu krusial, termasuk demokrasi elite, hukum, dan pendidikan.

Pengamat Politik UINSU, Dr Faisal Riza, MA, menilai bahwa demokrasi di Indonesia saat ini lebih condong kepada “demokrasi para elite” dan politik yang dikendalikan oleh elite.

“Proses demokrasi di Indonesia itu ada yang bilang separoh otoriter. Tapi para akademisi belum ada yang benar-benar mengatakan demokrasi kita hancur. Demokrasi kita ini sekarang demokrasinya para elite. Demokrasinya tetap ada tapi setengah yang dimiliki para elite. Begitu juga politik kita milik para elite,” jelas Faisal.

Ia juga menyoroti kurangnya daya tarik dalam “atraksi” elite politik saat ini, cenderung bising dan kacau. Sebagai solusi, Faisal mendorong perubahan strategi perombakan kabinet dan memaksimalkan peran orang-orang berpengalaman.

“Peran kita sebagai mahasiswa dan masyarakat sipil tetap kita kerjakan dengan mengontrol akrobat politik yang dipertontonkan para elite,” tegasnya.

Pengamat Hukum, Irwansyah, SH, MH, mengkritisi lemahnya penegakan hukum dan budaya hukum di Indonesia, yang masih berorientasi pada kekuasaan dan mengabaikan tujuan hukum seperti keadilan dan kemanfaatan.

“Pengalaman hukum kita masih berorientasi pada kekuasaan bukan pada apa yang menjadi tujuan hukum yakni, kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Keadilan hukum masih jauh dari harapan. Persoalan budaya hukum kita tidak menimbulkan dominasi keadilan publik. Budaya hukum kita masih rendah,” ungkap Irwansyah.

Sementara itu, Praktisi Pendidikan, Putra Rajanami, S.Pd, menyorot masalah kualitas pendidikan di Indonesia yang masih membutuhkan perbaikan, termasuk fasilitas pendidikan, kualitas tenaga pendidik, dan program-program yang tidak tepat sasaran.

“Saat ini pemerintah sedang fokus pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menyedot anggaran besar. Sementara itu, masih banyak sektor lain yang perlu mendapat perhatian seperti misalnya dalam pendidikan masih ada 26 persen fasilitas pendidikan yang harus diperhatikan,” ungkap Putra.

Ia juga mengkritik inkonsistensi pemerintah dalam membuat kurikulum yang permanen. “Harapannya kurikulum tidak usah berubah karena para peserta didik jadi korban kurikulum yang sering berubah. Inkonsistensi pemerintah dalam membuat kurikulum yang permanen menjadikan sistem pendidikan kita jalan di tempat,” sebutnya.

Kabid Kebijakan Publik (KP) KAMMI Sumut, Irham S Rambe, SH, menilai bahwa komunikasi politik Presiden Prabowo dengan Kabinetnya belum maksimal. Ia mendorong mahasiswa dan masyarakat untuk terus memberikan kritik terhadap kekurangan yang ada.

Ketua PW KAMMI Sumut, Wira Putra, SS, dalam sambutannya mengatakan bahwa dialog publik ini merupakan momentum untuk memberikan masukan dan mengevaluasi program pemerintah, khususnya terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan efisiensi anggaran dalam sektor pendidikan.

“Disini kita coba menganalisa kembali untuk memberikan masukan. Karena kita melihat hari ini adanya kelemahan di sektor ekonomi. Begitu juga dgn aspek demokrasi yg mengalami penurunan,” tegasnya.

Dialog publik ini menjadi bukti nyata peran mahasiswa dalam mengawal jalannya pemerintahan dan memberikan masukan konstruktif untuk mewujudkan pemerintahan yang berpihak pada rakyat. ( RZ)