Forbina Desak Pembatalan SK Pengangkatan Direktur PT PEMA Aceh, Tuduh Cacat Prosedur dan Bernuansa Politik

Banda Aceh , PB – Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) mendesak Pemerintah Aceh untuk membatalkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan Direktur PT Pembangunan Aceh (PT PEMA) yang baru-baru ini dilantik. Forbina menilai proses pengangkatan tersebut cacat prosedur dan lebih bernuansa politik ketimbang profesionalisme.

Ketua Forbina, M. Nur, menegaskan bahwa pengelolaan PT PEMA bukan hanya persoalan politik, tetapi menyangkut kepentingan rakyat Aceh yang telah berinvestasi dengan “uang dan darah” mereka. Forbina meminta Gubernur Aceh untuk memperhatikan Qanun No. 16 Tahun 2017 yang mengatur perubahan bentuk hukum PT PEMA, khususnya Pasal 18 yang menegaskan bahwa struktur organisasi perusahaan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris.

M. Nur juga mempertanyakan bagaimana investasi Aceh bisa berkembang jika pemimpinnya tidak dipilih melalui mekanisme yang benar. Ia mengkritik keputusan mengangkat seorang caleg gagal DPRA Dapil 6 sebagai Direktur PT PEMA tanpa melalui proses seleksi yang transparan dan fit and proper test sebagaimana diatur dalam Pasal 23 dan 24 Qanun No. 16 Tahun 2017.

“Kami mempertanyakan bagaimana investasi Aceh bisa berkembang jika pemimpinnya tidak dipilih melalui mekanisme yang benar. Cara pengangkatan ini tidak sesuai dengan aturan dan jauh dari transparansi,” tegasnya.

M. Nur juga menyoroti bahwa calon Direktur PT PEMA yang baru tidak memiliki pengalaman kepemimpinan bisnis selama lima tahun terakhir atau minimal dua tahun terakhir, sehingga mempertanyakan kemampuannya dalam memahami Pergub No. 50 Tahun 2021 tentang Penyertaan Modal Pemerintah Aceh.

Forbina mendesak DPRA untuk terus mengkritisi SK ini dan meminta agar keputusan pengangkatan Direktur PT PEMA yang baru dibatalkan. Mereka menegaskan bahwa tanpa proses fit and proper test, keputusan ini mencederai sistem rekrutmen jabatan definitif di PT PEMA dan berpotensi merusak ekosistem bisnis yang sudah ada.

“Bukannya memperbaiki ekonomi Aceh, kebijakan ini justru berpotensi merusak ekosistem bisnis yang sudah ada,” pungkas M. Nur. ( A)